SESUAI dengan judul, buku itu memang membahas tentang lompatan. Bukan sekadar lompatan selayaknya yang banyak dikenal dalam bahasan olahraga, melainkan lompatan jauh untuk mencapai tujuan secara lebih cepat. Pembaca akan diajak mempelajari teknik dasar olahraga lompat jauh sebagai dasar pembahasan evolusi bisnis.
‘Kita perlu menetapkan arah dan tujuan untuk memastikan hidup kita bergerak ke depan,mendekati tujuan yang ingin dicapai. Kalau tidak, hidup kita hanya akan ikut ke mana air mengalir’.
Begitulah kira-kira premis yang hendak disampaikan dalam buku berjudul Leap: Menuju Inovasi Perubahan karya pakar manajemen Rhenald Kasali.
Menggunakan analogi lompat jauh, penulis buku itu hendak memaparkan pentingnya lompatan jauh. Salah satu argumen menohok yang dipaparkan, yakni leap, ialah penentu apakah suatu badan usaha atau individu, siapa pun kita, tetap berada di tempat atau berada jauh di depan.
Dari premis itulah, penulis kemudian memperluas cakrawala dan membangun narasi tentang lompatan jauh, utamanya yang dilakukan oleh perusahaan engineering Tripatra. Bagaimana perusahaan itu melakukan leap. Tentunya dengan disertai kajian dan analisis data yang relevan.
Sebelum itu, penulis akan memaparkan beberapa perusahaan besar di luar negeri yang berhasil melakukan leap. G-MAFIA, misalnya, akronim dari perusahaan asal Amerika Serikat, yakni Google, Microsoft, Apple, Facebook, IBM, dan Amazon. Ada juga BAT-Triada dari Tiongkok yang terdiri atas Baidu, Alibaba, dan Tencent. Begitu pula perusahaan asal Korea Selatan, Samsung dan Hyundai. Di dalam negeri, ada beberapa perusahaan yang berhasil melompat. Tercatat perusahaan seperti Kalbe, Alfamart, Indofood, dan Sido Muncul.
Empat Fase Leap
Dalam buku itu, penulis lebih banyak membahas PT Tripatra Engineering yang tercatat sebagai salah satu pemain kunci dalam EPC (engineering, procurement, and construction). Perusahaan itu disebut melakukan leap beberapa kali. Leap pertama pada proyek Kasim, Petromer Trend, di Papua. Kedua, proyek Offshore ARCO. Ketiga, megaproyek EPC Banyu Urip. Keempat, bisnis LNG dan Offshore EPC.
Secara garis besar, teknik dasar olahraga lompat jauh dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu dimulai dari run up, take off, flight, dan landing. Penulis juga akan menggunakan fase itu untuk membedah leap di Tripatra.
Run up ialah langkah awal dalam proses leap. Pada tahapan ini, perusahaan harus membangun strong foundation membentuk mielin melalui berbagai latihan, melakukan sprint, kemudian menciptakan momentum yang tepat untuk melangkah ke tahap berikutnya, yaitu take off. Bagi perusahaan, fase run up ialah tahap paling krusial untuk membangun kekuatan, bekerja dengan energi yang penuh, dan mencari momentum yang tepat.
Masuk ke fase take off, perusahaan harus melakukan peningkatan kualitas SDM, sistem, values, dan membangun intangibles. Take off merupakan waktu bagi perusahaan untuk menemukan learning partner dan membangun reputasi yang baik. Pada fase ini, perusahaan harus dapat menghitung risiko secara tepat dan cermat, berani mengelola proyek yang lebih besar, memacu inovasi, serta melakukan move up dan speeding up.
Setelah take off, tiba waktunya untuk melakukan flight. Perusahaan harus mampu melayang lebih jauh, mengambil risiko dengan mengerjakan proyek yang lebih besar. Pada tahapan ini, ketangkasan dan keinginan bergerak (agility) menjadi penentu keberhasilan. Ada banyak teknik melayang yang dibahas dalam buku ini, tentunya yang sesuai dengan dunia bisnis. Inilah fase yang tepat bagi perusahaan untuk untuk berkembang dan memperkuat posisinya
Selesai melayang, tibalah fase mendarat atau landing. Pada fase ini, perusahaan harus landing dengan aman dan hasil optimal. Inilah tahap perusahaan untuk mencari learning partner baru, melakukan think again, reorganisasi perusahaan, dan menemukan strategi diferensiasi. Dalam siklus panjang evolusi perusahaan, tahap ini ditandai dengan perusahaan semakin concern untuk meningkatkan kesadaran lingkungan, sosial, dan tata kelola atau yang dikenal dengan ESG (environmental, social, and governance).
Proses leap tidak terjadi secara instan. Dibutuhkan orang-orang yang mau dan berani menghadapi tantangan dan kesulitan. Perusahaan kelas dunia harus berani melakukan leap agar dapat tumbuh lebih cepat daripada kompetitor.
Mengapa kebanyakan perusahaan di Indonesia ialah usaha makro dan kecil? Penulis mengajukan jawaban, karena sepanjang hidup mereka hanya berani melakukan lompatan biasa. Karena lompatan biasa, hasilnya pasti juga biasa-biasa saja.
Leap selalu ada risiko, yaitu jatuh ke belakang atau downfall. Penulis mencontohkan kasus kecelakaan berturut-turut Boeing 737 MAX yang menewaskan ratusan penumpang, termasuk kejadian di Laut Jawa.
Patut diingatkan bahwa sukses ialah perangkap. Kenyamanan juga perangkap. Merasa paling hebat juga perangkap. Oleh sebab itu, diperlukan keberanian berpikir ulang (rethinking) untuk belajar dari kesalahan sendiri agar bisa melompat lebih jauh pada kesempatan berikutnya.
Berjalan biasa, kapan sampainya? Berlari, seberapa kencang? Hidup perlu melompat jika tidak ingin hanya sekadar biasa-biasa saja. Ibarat perjalanan, hidup berpindah dari fase satu ke fase lain.
Tidak ada salahnya berpendapat hidup ialah proses. Tidak perlu memaksakan atau merekayasa, biarlah embusan angin membawa dan menetukan arah hidup. Kendati demikian, ada pula pendapat bahwa hidup perlu diupayakan, perlu dipaksa untuk melewati batas.
Keduanya tidak perlu dipertentangkan. Yang jelas, bagi kedua penganut pendapat itu, buku ini sangat layak dibaca. Penelaahan komprehensif akan membuat pembaca mampu menguji kekukuhan argumentasi sendiri, apakah hidup dijalani sekadarnya? atau justru harus melompat lebih jauh?
Bagi sosok yang suka berupaya keras dalam kehidupan dan berorientasi masa depan, tentu saja buku ini sangat layak dibaca.
Resensi buku oleh Rifaldi Putra Irianto (Media Indonesia)
Sumber https://mediaindonesia.com/weekend/718349/kalahkan-kompetitor-melompat-lebih-jauh