KESENJANGAN ekonomi tak pernah habis dibicarakan di negeri ini karena fakta itu masih terus terjadi. Namun, sering para pakar mewacanakan kesenjangan ekonomi bersandarkan angka-angka statistik dan indeks gini semata. Padahal, sejatinya kesenjangan punya makna lebih dalam dari sekadar deretan angka. Kesenjangan berhubungan erat dengan persoalan keadilan, keterbukaan informasi, dan pemerataan kesempatan serta akses dari sebuah proses perubahan yang bernama pembangunan.
Kesenjangan bukanlah sesuatu yang natural. Ia bisa diciptakan penguasa lewat serangkaian kebijakan, institusi yang bekerja, ketamakan dalam akumulasi modal, perburuan rente, dan alasan-alasan lain. Kesenjangan juga tidak sebatas persoalan pendapatan, namun mencakup akses atau kesempatan seseorang mengaktualisasikan dan mengaplikasikan potensi terbaiknya. Namun, para pakar sering lebih tertarik pada persoalan pendapatan, termasuk kesenjangan gaji dan kekayaan, karena kesenjangan ini lebih mudah diukur dengan angka-angka.
Inilah persoalannya. Ketika kesenjangan hanya diukur berdasarkan angka, maka kesenjangan tak akan pernah terelaborasi dan sulit ditemukan solusinya. Padahal, sebagai ciptaan manusia, kesenjangan dapat diperkecil, bahkan dihilangkan (hlm. 135).
Kesenjangan bukan hanya berbuah krisis ekonomi semata, melainkan juga memicu konflik antar-anak bangsa
~Eka Sastra
Untuk memperkecil kesenjangan, diperlukan kerja bersama semua sektor dan aktor. Ada tiga cara yang harus difokuskan untuk menurunkan tingkat kesenjangan, yaitu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, kebijakan fiskal redistributif, dan investasi pada perlindungan sosial.
Pertumbuhan ekonomi selalu dijadikan indikator keberhasilan pembangunan, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Namun, kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak bisa menjadi jaminan bahwa kesejahteraan masyarakat akan meningkat secara merata.
Karena itu, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Ini tercapai bila pertumbuhan tersebut diiringi pemerataan distribusi pendapatan. Pertumbuhan harus menyentuh kondisi full employment, yakni keadaan di mana tenaga kerja terampil dan tidak terampil terserap secara maksimal dan digunakan dengan cara yang efisien (hlm. 217). Dengan kondisi ini, maka pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat.
Kebijakan fiskal redistributif ditandai dengan adanya “paksaan” kepada warga negara yang merupakan wajib pajak untuk membayar pajak. Hasil pajak digunakan untuk membangun fasilitas umum, seperti jalan, sekolah, dan rumah sakit.
Investasi pada perlindungan sosial dilakukan dengan memfokuskan program perlindungan sosial dalam empat fungsi, yaitu proteksi, preventif, promotif, dan transformatif. Fungsi proteksi yaitu penyediaan bantuan atas kerugian yang diderita masyarakat, seperti hilangnya pendapatan, dengan memberikan pensiun. Fungsi preventif berupa pencegahan terjadinya kerugian dengan menggalakkan menabung dan asuransi sosial. Fungsi promotif dilakukan dengan mendorong peningkatan pendapatan. Sedangkan fungsi transformatif dengan upaya perwujudan keadilan sosial, inklusi, dan hak yang sama bagi semua warga negara.
Inilah kunci mengatasi kesenjangan ekonomi yang ditawarkan buku karya Eka Sastra, alumnus Unhas dan UI yang juga anggota DPR ini.