“Biografi adalah bacaan yang menyenangkan dan sangat bermanfaat”, ungkap Thomas Carlyle, seorang penulis kenamaan Skotlandia. Jika ungkapan itu dihadapkan kepada biografi terbaru Syarief Hasan yang berjudul Nakhoda Menatap Laut, adakah hal yang menyenangkan dan bermanfaat dari buku tersebut?
Bagi Anda yang mengikuti dinamika politik Tanah Air, tentu mengenal nama Syarief Hasan sebagai politisi senior. Dan mungkin akan berpikir, buku ini banyak mengupas perjalanan politik tokohnya. Itukah yang menjadi locus dan hal yang menyenangkan dari buku ini? Mungkin saja, tapi tidak sepenuhnya benar.
Buku setebal 612 halaman ini tidak hanya ingin berenang di permukaan-kehidupan politik tokohnya. Kita diajak menyelam ke dasar-kehidupannya dengan menapaktilasi leluhurnya, kultur sosial masa kecilnya, hingga masa remajanya yang berwarna. Kita tidak akan menemukan gemerlap kehidupan yang serba enak dan mudah, melainkan aneka cerita tentang perjuangan, kelucuan, kenakalan, dan semangatnya menggapai cita-cita.
Dilihat dari ketebalannya, proses penulisan dan penerbitan buku ini terbilang lama. Dimulai sejak 2013, dan baru terbit di pengujung 2020. Ya, tujuh tahun lamanya. Kesibukan mungkin turut memengaruhi lamanya penyelesaian buku ini. Namun bukan itu penyebab utamanya, melainkan atensi tokoh dalam menjaga kedalaman cerita dan keterwakilan peristiwa penting yang menghampiri kehidupannya. Akhirnya, buku ini dapat terbit setelah penyelesaian intensif selama dua tahun terakhir.
SISI LAIN SYARIEF HASAN
Meski Nakhoda Menatap Laut terbilang tebal, Anda tak perlu kuatir. Ketika memasuki halaman-halaman awal bukunya, aroma keseruan langsung terpancar. Syarief Hasan terlahir dari keluarga pejuang. Masa kecilnya penuh warna, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Beranjak remaja, lebih seru lagi, dia nekat berpetualang. Menyeberang ke pulau Jawa, Singapura, dan Jepang dengan bekal yang sangat minim dan tak punya kenalan di negeri rantau.
Agaknya tepat jika dia disebut bonek di era jadul. Sejak kecil dia memang tak pernah surut dari rasa takut. “Aku ingin melihat dunia, Bu”, jawab Syarief kecil ketika dia ketahuan bersembunyi di salah satu toilet kapal yang hendak berlayar ke Makassar. Kala itu usianya masih 10 tahun.
Memang tak bisa dimungkiri bahwa Syarief Hasan lebih dikenal sebagai insan politik (zoon politicon). Namun buku ini mencoba memotret sosoknya dari berbagai sisi. Alhasil pembaca akan menemukan sisi-sisi yang berlawanan. Ada masanya ia berjaya, tapi di lain waktu ia tak jarang gagal. Dia memang dikenal sebagai politisi yang loyal dengan satu partai, tapi di luar lingkungan tersebut, dia seorang petarung kehidupan yang tak kenal menyerah. Bagaimana cara dia melewati kegagalan bisnis, pahit-getir membina rumah tangga, hingga melawan rasa frustrasi politik, merupakan pelajaran yang berharga. Pendeknya, kita akan menemukan cerita lain dari kehidupannya yang belum pernah terekspose di media.
Itulah yang membuat biografi ini menarik. Tidak hanya prestasi dan cerita positif yang disajikan. Kejujuran dalam menyajikan fragmen kehidupan, membuat biografi ini tak ingin bermain aman dengan memanjakan pembaca dengan cerita kesuksesan dan keindahan semata. Hidup layaknya roda pedati atau roller coaster. Kadang di atas kadang di bawah, kadang bahagia kadang nestapa.
Rasanya tak berlebihan untuk mengatakan bahwa biografi ini cukup inspiratif. Bagi Anda yang politisi, akan menemukan pelajaran berharga bagaimana cara berpolitik yang elegan, seni bernegosiasi, dan melakukan manuver politik. Pertanyaannya kemudian, jika Syarief Hasan adalah sosok politisi komplit yang telah melewati berbagai ujian politik, dari manakah dia belajar semua itu? Kehidupanlah yang telah mengajarkan dan menempa dirinya sehingga bisa seperti saat ini. Dan pelajaran itu terhampar di setiap halaman biografinya ini. Selamat membaca![]