Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) menyelenggarakan webinar diskusi buku karya terbaru Yudi Latif, Wawasan Pancasila Edisi Komprehensif, pada Minggu malam (2/8/2020). Pendiri PGK, Bursah Zarnubi, mengatakan bahwa buku tersebut hadir di waktu yang tepat saat Pancasila sedang hangat diperbincangkan di tengah masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, buku tersebut datang di saat masyarakat membutuhkan pemahaman yang tepat mengenai Pancasila.
Pancasila merupakan ideologi dan identitas nasional bangsa Indonesia, tetapi pembahasan mengenai bagaimana menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak pernah habis dibicarakan.
Dalam buku ini, Yudi Latif membedah dan memandang pancasila dari berbagai aspek, salah satunya ia menyebut Pancasila sebagai civil religion, ia tidak menggunakan istilah “moral publik.” Menurutnya, Pancasila sebagai civil religion di dalamnya mengandung nilai-nilai agama, maka lengkaplah sudah Pancasila sebagai tuntunan moral bangsa.
“Saya menggunakan istilah civil religion bukan (menggunakan istilah) moral publik, karena dalam kehidupan [kita] nilai agama kental terasa, bukan sekadar moral. Misalnya, Saat pengambilan sumpah jabatan, [saat itu] digunakan sumpah agama. Laku agama juga digunakan sebagai identitas publik dengan hadirnya Kementrian Agama. Kalau (menggunakan istilah) ‘moral publik’ [itu] hanya menggambarkan situasi tertentu saja, tidak bisa mencakup semuanya.”
Pembudayaan Pancasila
Pembudayaan Pancasila dalam keseharian masyarakat Indonesia juga menjadi sorotan dalam diskusi malam itu. Yudi Latif menyampaikan pentingnya kesatuan tata nilai, tata kelola, dan karakter dari Pancasila. Itu artinya, setiap lapisan masyarakat, melalui komunitasnya, berperan sebagai agency untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kesehariannya.
Hal itu senada dengan apa yang diungkapkan Darmansjah Djumala, Duta Besar RI untuk Austria. Menurutnya, para diplomat Indonesia di Kemenlu sudah melaksanakan diplomasi luar negeri dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Salah satu contohnya saat Kemenlu mengatasi konflik Rohingya dengan menggunakan teknik soft power dalam membantu mengatasi konflik tersebut. Sayangnya, hal tersebut kurang menjadi perhatian publik sehingga tidak banyak yang tahu bahwa nilai-nilai Pancasila kita sudah dijalankan dengan baik oleh Kemenlu.
“Menggerakkan Pancasila tidak bisa sekadar [datang] dari atas, melalui [kerja-kerja] Pemerintah. Individu di ranah bawah justru menjadi kunci untuk penyebaran praktik langsung nilai-nilai Pancasila yang mana nilai-nilainya memang berasal dari karakter dan budaya bangsa Indonesia sendiri,” tambah Yudi Latif.
Karya Pamungkas Tentang Pancasila
Yudi Latif sempat mengatakan bahwa buku ini adalah karya pamungkasnya tentang Pancasila. Ia berharap buku ini bisa terus aktual hingga berpuluh-puluh tahun mendatang. “Buku ini karya terakhir saya tentang Pancasila, selanjutnya saya akan banyak bicara tentang pendidikan, karena tujuan dari Pancasila terkait dengan pendidikan,” ungkap Yudi Latif.
Buku setebal 444 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit Mizan ini merupakan edisi komprehensif dari karya Yudi Latif sebelumnya dengan judul sama, Wawasan Pancasila (2018). Dalam edisi komprehensifnya, Yudi Latif melengkapi pembahasan Pancasila dengan menambahkan 3 bab baru berdasarkan kondisi faktual.
Pembicara lain dalam diskusi malam itu, Guru Besar UIN Jakarta Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Sosiolog UI Dr. Tamrin Amal Tomagola, pengamat bidang militer Dr. Connie Rahakundini, dan Pendeta Dr. Martin L. Sinaga mengamini bahwa buku terbaru Yudi Latif tersebut menjelaskan wawasan Pancasila dengan komprehensif dan layak dijadikan buku referensi untuk studi Pancasila.
Dengan terbitnya buku ini, konsistensi Yudi Latif dalam menghadirkan pemikiran-pemikiran tentang Pancasila semakin terasa. Dr. Tamrin Tamagola mengatakan bahwa buku Wawasan Pancasila Edisi Komprehensif ini sebagai salah satu karya pamungkas Yudi Latif. Terbitnya buku ini juga melengkapi buku-buku yang telah Yudi Latif tulis sebelumnya seperti buku Negara Paripurna dan Mata Air Keteladanan.