Kompas cepat tanggap mengatasi salah cetak
Rabu pagi ini, tiba-tiba saja rekan-rekan redaksi Penerbit Exposè diramaikan dengan adanya pesan masuk di beberapa WA Grup, semuanya berisi pesan yang sama, koran Kompas salah cetak. Mungkin hal ini wajar terjadi dalam dunia penerbitan, tapi saat yang mengalami salah cetak harian dengan tiras terbesar di Indonesia dan di halaman muka pula, maka hal ini langsung menjadi perhatian dari para pembacanya, khususnya di kalangan dunia penerbitan.
Loren Ipsum langsung menjadi trending topic di twitter dan platform sosial media lainnya. Kompas mengakui kesalahannya dan segera meminta maaf melalui akun-akun sosial medianya. Banyak orang pun yang tertarik membeli koran Kompas edisi 10 Juli ini demi melihat sendiri kesalahan cetak tersebut, setidaknya begitu yang disampaikan oleh beberapa teman kami yang sudah lama tidak membeli koran.
Salah Cetak: Strategi Marketing atau Murni Kesalahan
Ada beberapa sentilan yang mengatakan bahwa ini hanyalah salah satu strategi marketing untuk menaikkan tiras Kompas. Siang harinya, Kompas mengumumkan permintaan maafnya sekaligus memberikan diskon untuk pembelian di gerai Kompas.id yang akan berlaku hari ini. Wah, ternyata tanggapan Kompas atas “kekhilafan”-nya cukup cepat: permintaan maaf dan diikuti dengan promosi pembelian produk yang sangat disenangi oleh pembaca.
Dugaan apakah kekhilafan cetak ini benar disengaja atau tidak menjadi pembahasan menarik di antara rekan redaksi kami yang tengah mengerjakan buku baru Rhenald Kasali, #MO. Buku tersebut menyoroti tentang dunia digital, dunia baru yang menumbangkan banyak pemain lama. Salah satu yang dibahas adalah banyaknya media cetak yang kalah oleh media digital. Dalam 2 tahun terakhir, semakin banyak koran atau majalah yang tutup ataupun beralih ke media online, sebut saja Tabloid Bola yang kini hanya tersedia dalam media online.
Rhenald Kasali juga menyebutkan bahwa saat ini ada strategi marketing baru dengan cara menarik perhatian dari crowd, dalam hal ini masyarakat. Misalnya, melalui pesan WA yang belum jelas kebenarannya suatu merek Biskuit bisa disebut haram padahal belum tentu hal tersebut benar. Tapi karena ini merupakan pesan bergulir dan kebanyakan orang malas mencari tahu yang sebenarnya, hal tersebut akan dianggap benar di masyarakat.
Hal ini cukup menarik, karena memang benar saat ini hampir segala sesuatu yang kita baca di sosial media dianggap sebagai kebenaran. Hampir setiap hari ada Tagar (#) yang menjadi perhatian seluruh masyarakat, trend cepat berganti, popularitas lebih mudah diraih. Dalam bukunya Rhenald Kasali menyebut hal ini sebagai mobilisasi dan orkestrasi (MO) .
Kompas : Bertahan di Era Digital
Apa yang dilakukan oleh Kompas pada 10 Juli ini seirama dengan strategi dalam dunia baru ini. Menarik perhatian masyarakat, menjadi pergunjingan (trending topic) dan sebagai timbal baliknya Kompas berbaik hati memberikan diskon 1 hari, yang tentunya hal ini seharusnya akan meningkatkan penjualan. Bukankah hebat, apabila dari suatu kesalahan kecil malah bisa menghasilkan keuntungan.
Kami tidak menyebut bahwa apa yang dilakukan Kompas adalah sebuah strategi pemasaran, tapi kami mengapresiasi kesigapan Kompas dalam mengatasi situasi ini. Situasi kacau yang bisa diubah menjadi keuntungan. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang cerdas dan tanggap dalam menghadapi dunia baru.[]