Beberapa hari terakhir, maskapai nasional PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) disorot terkait sejumlah isu. Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali menyatakan, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan terkait Garuda Indonesia.
“Kalau soal Garuda, kita harus bicara dengan kepala dingin. Sebab jangan-jangan banyak yang salah dan gagal paham dalam banyak hal,” kata Guru Besar Ilmu Manajemen UI Rhenald Kasali dalam siaran pers, Kamis (4/7).
Era Digital Maskapai
Rhenald mengatakan maskapai saat ini memang tak bisa lagi mencari untung dengan mengandalkan penjualan tiket. Semua perusahaan harus berubah ke arah superapps karena eranya digital. Apalagi, maskapai memiliki risiko besar dan investasi yang besar pula sehingga sulit meraih untung.
“Bisnis airline memang tak bisa lagi hidup dari pendapatan tiket, sama seperti suratkabar tak bisa lagi hidup dari jualan koran. Semua bisnis sudah berpindah ke superapps karena ini eranya mobilisasi,” kata Rhenald
Untuk meraih untung, kata Rhenald, Garuda Indonesia mencari sumber lain dari network effect, seperti mendapat kontrak dari Mahata Group soal pengadaan wifi di pesawat. Sayangnya, hal ini masih banyak diributkan karena model bisnis dan cara pembayarannya yang baru.
“Cari-cari sumber lain itu sebenarnya yang dilakukan Ari Askhara. Nah, ini yang ramai saat dia dapat kontrak dari Mahata, debatable tentang sesuatu yang baru. Ya wajar saja kan. GOJEK saja dulu diributkan waktu masuk menjadi sharing ride. Orang tak kenal model bisnis-nya. Wajar saja,” jelas Rhenald.
Artikel ini diterbitkan di Kompas.com dengan Penulis Fika Nurul Ulya