Syarief Hasan, Wakil Ketua MPR periode 2019-2025, yang juga dikenal sebagai politikus senior Partai Demokrat, menerbitkan buku biografi, Nakhoda Menatap Laut. Awal penulisan biografi ini dimulai jauh sebelum pandemi virus korona melanda dunia. Buku ini menjadi manifestasi intelektual dan artefak perjalanan hidup Syarief Hasan.
Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Exposè (Mizan Grup) ini berisi kisah Syarief Hasan mulai dari lahir hingga menjadi Wakil Ketua MPR saat ini. Selain itu, di dalamnya juga menjelaskan mengenai potret atau dinamika politik Indonesia selama beberapa periode, khususnya periode yang dialami oleh Syarief Hasan selama menjadi politikus.
Dalam buku setebal 612 halaman ini kita akan melihat bagaimana Syarief Hasan beberapa kali menjadi “tokoh kunci” yang mampu menangani berbagai kondisi politik, entah itu level internal partai, kedaerahan, atau nasional. Syarief bukanlah politikus biasa. Selain jauh dari masalah, dia juga memiliki bekal yang mumpuni.
Saat awal terjun ke dunia politik, Syarief sudah menjadi pengusaha yang terbilang sukses. Pendidikannya pun tinggi, dia pernah kuliah di Jepang dan Amerika. Dia pandai mencari peluang di bidang apa pun, tetapi yang paling menonjol adalah dalam dunia bisnis dan politik. Ya, kita akan melihat Syarief Hasan yang pandai berkomunikasi dan cerdas menempatkan diri di mana pun dia berada.
Syarief Hasan Menjelajah Sejak Kecil
Kemampuannya itu tidak datang tiba-tiba. Sejak kecil, Syarief sudah terbiasa dengan nuansa “keberanian” di lingkungan rumahnya. Ayahnya adalah seorang yang tegas, sedangkan ibunya adalah orang yang lembut penuh dengan kasih sayang. Didikan mereka berdua dan orang-orang di sekitarnya mampu membentuk Syarief hingga menjadi seperti sekarang ini.
Salah satu tanda bahwa Syarief akan menjadi “orang besar” adalah ketika dia akan pergi sendirian dari Palopo ke Makassar menggunakan kapal laut. Saat itu dia masih berusia 10 tahun. Walau pada akhirnya dia tidak jadi pergi ke Makassar sebab ketahuan orang tuanya, tetapi saat itulah muncul satu kalimat pendek bertenaga keluar dari mulut kecilnya sebagai penanda itu. Ketika ditanya oleh orang tuanya hendak kemana dirinya pergi menaiki kapal laut, dia menjawab, “Aku mau melihat dunia, Ibu.”
Ya, dunia, itulah yang ingin Syarief ketahui sejak kecil. Ambisinya untuk menjadi “sang Nakhoda” terwujud beberapa puluh tahun kemudian dalam wujud seorang pengusaha dan politikus. Dia mengunjungi banyak tempat dan bertemu banyak orang. Spektrum pergaulannya kian meluas seluas pandangannya akan dunia.
Dengan semua yang telah dia raih saat ini, Syarief tetaplah Syarief. Dia akan terus menjadi nakhoda minimal untuk dirinya sendiri. Buku ini, selain menjadi manifestasi intelektual dan artefak perjalanan hidup Syarief Hasan, juga akan menjadi arsip penting bagi dunia politik dan kepemimpinan Indonesia.